Adalah Abu 'Abdurrahman Abdullah ibn al Mubarak al Hanzhali al Marwazi, seorang ulama' masyhur di Makkah yang menceriterakan riwayat ini.
Suatu ketika, setelah selesai menjalani ritual ibadah haji, ia
beristirahat dan tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi melihat dua Malaikat yang
turun dari langit, dan mendengar percakapan keduanya.
"Tujuh ratus ribu jama'ah" jawab Malaikat yang
ditanya.
"Berapa banyak dari mereka yang diterima ibadah hajinya
?"
"Tidak satupun"
----- *** -----
Percakapan itu membuat sang Abdullah al Mubarak bergemetar.
"Apa ?" ia menangis dalam mimpinya. "Semua orang
- orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang
besar dan keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir
yang luas, dan semua usaha mereka menjadi sia - sia ?"
Sambil gemetar, ia melanjutkan mendengar percakapan kedua
malaikat itu.
"Namun ada seseorang, yang meskipun tidak datang menunaikan
ibadah haji, akan tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah
diampuni. Berkat dia seluruh ibadah haji mereka diterima oleh Allah"
"Kenapa bisa begitu ?"
"Itu kehendak Allah"
"Siapa orang tersebut ?"
"Sa'id ibn Muhafah tukang sol sepatu di Kota Dimasyq
(Damaskus)"
Mendengar ucapan itu, Abdullah al Mubarak itupun langsung
terbangun dari tidurnya. Sepulang haji, ia tak langsung pulang menuju rumah,
akan tetapi langsung menuju kota Damaskus, Syiria. Hatinya bergetar dan
bertanya - tanya.
Sesampai disana, ia langsung mencari sang tukang sol yang
disebut Malaikat dalam mimpinya. Hampir semua tukang sol sepatu ia tanya,
apakah ada tukang sol sepatu yang bernama Sa'id ibn Muhafah.
"Ada, di tepi kota" jawab salah seorang tukang sol
sepatu sambil menunjuk arahnya.
Sampai disana ia mendapati seorang tukang sol sepatu yang
berpakaian amat lusuh, "Benarkah anda bernama Sa'id ibn Muhafah ?"
tanya ibn al Mubarak.
"Betul, siapakah tuan ?"
"Aku Abdullah ibn al Mubarak"
Sa'id pun terharu, "Tuan adalah Ulama' terkenal, ada apa
gerangan mendatangi saya ?"
Sejenak,
Ulama' itupun kebingungan, darimana ia akan memulai pertanyaanya. Akhirnya
iapun menceritakan perihal mimpinya.
"Saya
hendak tahu, adakah sesuatu yang telah anda perbuat, sehingga anda berhak
mendapatkan pahala haji mabrur, dan membuat mabrur ibadah haji para jama'ah
yang lain ?"
"Wah
saya sendiri tidak tahu"
"Coba
ceritakan bagaimana kehidupan anda selama ini"
Maka
Sa’id ibn Muhafah pun bercerita, "Setiap tahun, setiap musim haji, aku
selalu mendengar suara talbiyah : 'Labbaika
Allahumma labbaika. Labbaika laa syariika laka labbaika. Innal hamda wanni’mata
laka wal mulka. laa syariika laka' dan, setiap kali aku mendengar
talbiyah itu, aku selalu menangis 'ya Allah aku rindu Makkah. ya Allah aku
merindu Ka'bah. Ijinkan aku datang, ijinkan aku datang ya Allah' oleh karena
itu, sejak puluhan tahun yang lalu. Setiap hari saya menyisihkan uang dari
hasil kerja saya sebagai tukang sol sepatu. Sedikit demi sedikit saya
kumpulkan, hingga akhirnya pada tahun ini, saya memiliki 350 dirham, cukup
untuk saya berhaji, saya sudah siap berhaji"
"Tapi
anda batal berangkat haji"
"Benar"
"Apa
yang terjadi ?"
"Ketika
itu, Istri saya hamil, dan mengidam. Waktu saya hendak berangkat, saat itu dia
ngidam berat"
"Suamiku,
menciumkah engkau bau masakan yang nikmat ini ?"
"Iya,
sayang"
"Cobalah
kau cari, siapakah yang masak sehingga baunya begitu nikmat. Mintalah sedikit
untukku"
"Ustadz,
kemudian sayapun mencari sumber bau masakan itu. Ternyata berasal dari gubug
yang hampir runtuh. Disitu ada seorang janda dan enam anaknya. Saya mengatakan
kepadanya bahwa istri saya ingin masakan yang ia masak, meskipun sedikit. Janda
itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya"
Akhirnya
dengan perlahan ia mengatakan, "tidak boleh, Tuan"
"Dijual
berapapun akan saya beli"
"Makanan
itu tidak dijual, Tuan" katanya sambil berlinang mata.
"Kenapa
?"
Sambil
menangis, janda itu menjawab, "Daging ini halal untuk kami dan haram untuk
Tuan"
Dalam
hati saya, "Bagaimana ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk
saya, padahal kita sama-sama muslim ?" Karena itu saya mendesaknya lagi
"Kenapa ?"
"Sudah
beberapa hari ini kami tidak makan. Di rumah sama sekali tak ada makanan. Hari
ini kami melihat keledai mati, lalu kami ambil sebagian dagingnya untuk kami
masak, dan kami makan" Sesenggukan janda itu menjelaskan.
"Bagi
kami daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakannya kami akan mati
kelaparan. Namun bagi Tuan, daging ini haram"
Mendengar
ucapan tersebut, saya menangis, kemudian kembali pulang. Aku ceritakan perihal
kejadian itu pada istriku, iapun menangis. Hingga akhirnya, kami memasak
makanan dan mendatangi rumah janda tersebut.
"Ini masakan untukmu"
Uang
peruntukan Haji sebesar 350 dirham pun saya berikan pada mereka. "Pakailah
uang ini untukmu sekeluarga. Gunakanlah untuk usaha, agar engkau tidak
kelaparan lagi"
Ya
Allah ... disinilah Hajiku
Ya
Allah ... disinilah Makkahku
Mendengar
cerita tersebut, Abdullah al Mubarak pun tak bisa menahan air matanya.